Setelah baiat aqabah ke-2 ditunaikan, umat Islam di Madinah pun
siap menyambut kedatangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam di kota mereka. Jumlah umat Islam di Madinah yang sudah
cukup banyak membumbungkan optimisme untuk menjadi Anshar, penolong dan
pelindung Rasulullah dan para sahabat Muhajirin. Dan Maha Sempurna Allah dengan
segala ketetapan takdir-Nya. Dialah yang menyiapkan kondisi Kota Madinah
setelah sebelumnya membekali ketangguhan iman dan mental umat Islam dengan
kondisi Mekah yang sulit dan mengancam nyawa. Dialah pula yang menentukan waktu
yang tepat bagi Rasul-Nya dan umat Islam untuk memulai fase madani. Allah
izinkan Nabi dan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib, Madinah
al-Munawwarah.
Semua para sahabat yang mampu untuk hijrah, maka wajib bagi
mereka berhijrah. Yang lemah dan yang kuat, yang miskin dan yang kaya,
laki-laki maupun wanita, dari kalangan merdeka atau hamba sahaya, semua
menyambut perintah Allah Ta’ala.
“Sesungguhnya orang-orang
yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka)
malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab:
“Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat
berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi
itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau
wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui
jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Barangsiapa berhijrah di jalan Allah,
niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang
banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang
dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 97-100).
Hijrah Bukan Sekedar Berpindah
Saat ini, sebagian umat Islam, ketika mendengar kata hijrah atau
peristiwa hijrah Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dari Mekah ke
Madinah, menganggapnya sebagai suatu perpindahan biasa, layaknya migrasi
penduduk dengan segala kerepotannya. Padahal tidaklah semudah itu. Ini adalah
perjuangan yang besar. Bentuk perlawanan terhadap kaum musyrikin Mekah bahkan
Jazirah Arab secara umum. Kehilangan nyawa sebuah resiko yang begitu terpapar
di depan mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabatnya.
Hijrah bukanlah melarikan diri. Hijrah adalah persiapan
membekali diri untuk kehidupan akhirat. Karena itulah, Allah Ta’ala berfirman,
“Dan orang-orang yang
berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah
akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah
adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke
dalam suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Hajj: 58-59).
Ditambah lagi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam barulah berhijrah tatkala semua sahabatnya telah berangkat
menuju Madinah. Hal ini semakin menguatkan bahwa hijrah bukanlah bentuk
melarikan diri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh
lebih mementingkan keselamatan dan keamanan umatnya dibanding keselamatan
dirinya. Inilah jiwa seorang pemimpin. Seorang nahkoda bukanlah orang yang
pertama meninggalkan kapal saat ia akan karam. Ia akan menjadi yang terakhir
keluar setelah memastikan awak dan penumpangnya selamat terlebih dahulu.
Tidaklah tersisa di Mekah kecuali Rasulullah, Abu Bakar, dan Ali bin Abi Thalib
sebagai orang-orang yang paling akhir menempuh perjalanan.
Ada beberapa hal yang bisa dicermati dari peristiwa hijrah:
Pertama, hijrahnya umat Islam secara menyeluruh
terjadi setelah pintu dakwah sudah tertutup di Mekah.
Hijrah ke Madinah bukanlah hijrah yang pertama dialami umat
Islam. Sebelumnya sebagian sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menempuh dua kali hijrah ke negeri Habasyah. Kesempatan
untuk berdakwah di Mekah begitu kecil atau bahkan tertutup. Mengapa tertutup?
Karena orang-orang kafir Quraisy berencana untuk membunuh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam setelah wafatnya paman beliau, Abu Thalib, tiga tahun
sebelum hijrah. Saat itulah, strategi hijrah mulai disusun oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sejak mula, dakwah di Mekah memang sudah sulit. Namun
Allah Ta’ala tidak memerintahkan Rasul-Nya untuk berhijrah. Hingga
akhirnya pintu tersebut mulai dirasa begitu rapat, barulah Allah perintahkan
Rasul-Nya dan umat Islam untuk berhijrah. Dari sini kita bisa mengambil
pelajaran yang begitu mendalam, ketika pintu dakwah masih terbuka walaupun
dirasa sulit, maka kita hendaknya berusaha mengajak orang-orang kepada
kebenaran.
Kedua, saat seluruh umat Islam melakukan hijrah, maka Madinah yang
dipilih menjadi tujuan bukan Habasyah.
Kota tujuan hijrah bisa saja bukan Kota Madinah jika Bani
Syaiban atau Bani Hanifah atau Bani Amir beriman. Namun Allah Ta’ala menginginkan
Madinah seabgai tempat hijrah Nabi-Nya. Kultur masyarakat Madinah yang
merupakan bangsa Arab, tidak jauh berbeda dengan masyarakat Mekah sehingga para
sahabat tidak begitu kesulitan untuk beradaptasi.
Jaminan keamanan di Madinah pun lebih besar dibandingkan di
Habasyah. Di Habasyah, hanya An-Najasyi yang beriman, jika ia wafat, maka
keselamatan kaum muslimin kembali terancam. Selain itu, terbentuknya negara
Islam lebih besar peluangnya di Madinah dibanding Habasyah.
Ketiga, umat Islam diperintahkan menuju tempat yang sama untuk
berhijrah.
Dalam syariat hijrah kali ini. Komunitas umat Islam Mekah
diperintahkan menuju daerah yang satu bukan dibebaskan menuju daerah manapun
yang mereka inginkan. Banyak sekali faidah dari hal ini. Di antaranya
kebersamaan dan kekeluargaan tetap terjaga. Keselataman lebih terpelihara
dibandikan satu orang menuju satu negeri lainnya. Lebih mudah beradaptasi.
Keimanan juga terjaga dengan berkumpulnya mereka dengan orang-orang beriman
lainnya. Dll.
Penutup
Inilah sekelumit catatan yang melatar-belakangi hijrahnya Nabi
dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah. Sebuah tempat yang belum dikunjungi
oleh para sahabat. Negeri yang tidak mereka kenal tabiat penduduknya. Sebuah
tempat dimana terdapat komunitas besar Yahudi yang juga belum pernah mereka
jumpai. Yang mereka tahu tentang kaum itu hanyalah dari wahyu, bahwa mereka
adalah kelompok yang jelek, yang suka menyelisihi para nabi dan rasul Allah.
Dan di Madinah yang masih bernama Yatsrib itu pula Yahudi menguasai ekonomi
masyarakatnya.
Demikianlah pembuka kisah hijrah, yang mengawali kisah-kisah
hijrah lainnya ini kami susun. Semoga bermanfaat.
Sumber: islamstory.com
Oleh Irham Maulana
Artikel www.KisahMuslim.com
Artikel www.KisahMuslim.com
0 comments:
Post a Comment